2.jpg)
Nganjuk — Dalam upaya memperkuat peran Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai garda terdepan dalam menjaga harmoni umat, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nganjuk menyelenggarakan Forum Diskusi KUA dengan fokus pada pengembangan Early Warning System (EWS) sebagai langkah preventif dan deteksi dini terhadap potensi konflik keagamaan di masyarakat.
Acara yang digelar di Aula Kemenag Kabupaten Nganjuk ini dibuka langsung oleh Kepala Kantor Kemenag Nganjuk, H. Abdul Rahman, S.Ag., M.Pd.I. Hadir dalam forum ini Kepala Seksi Bimas Islam, Dawut Maulan, seluruh Kepala KUA se-Kabupaten Nganjuk, para penghulu, serta penyuluh agama Islam.
Dalam sambutannya, H. Abdul Rahman menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan kepekaan para petugas KUA dalam membaca dinamika sosial-keagamaan di masyarakat. Menurutnya, forum seperti ini menjadi wadah strategis untuk memperkuat pemahaman serta membangun sinergi antarinstansi dalam mengelola keragaman dengan cara yang inklusif dan damai.
“Topik persoalan keagamaan tidak pernah berhenti karena penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat qath’i membuka ruang bagi tafsir yang beragam. Maka dari itu, kita perlu menyikapinya dengan kebijaksanaan dan kedewasaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa fenomena sosial keagamaan yang berkembang di masyarakat saat ini menuntut pendekatan yang lebih humanis dan dialogis. “Kita tidak bisa menyelesaikan persoalan dengan cara yang merugikan salah satu pihak. Pendekatan keagamaan yang damai adalah solusi terbaik yang bisa kita tawarkan,” tambahnya.
Forum ini juga menjadi ruang diskusi bagi para Kepala KUA, penghulu, dan penyuluh agama Islam untuk saling bertukar pengalaman, menyampaikan temuan lapangan, serta merumuskan strategi implementasi EWS dalam konteks lokal masing-masing. Diskusi berlangsung hangat dengan berbagai isu aktual keagamaan yang mengemuka, mulai dari potensi intoleransi, praktik keberagamaan yang menyimpang, hingga dinamika keberagaman internal umat Islam.
Melalui forum ini, Kemenag Nganjuk berharap KUA tidak hanya responsif terhadap potensi konflik, tetapi juga mampu mengambil peran proaktif dalam melakukan edukasi, fasilitasi dialog, serta membangun narasi keagamaan yang damai dan solutif.