Nganjuk, 10 Juli 2025 — Guna memperkuat sistem deteksi dan pencegahan dini terhadap potensi konflik keagamaan, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nganjuk menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Respon dan Cegah Dini Konflik Keagamaan Islam” pada Kamis (10/7), bertempat di Aula Bawah Kantor Kemenag Nganjuk.
FGD ini menghadirkan para pemangku kepentingan strategis, antara lain Kepala KUA, penyuluh agama Islam, tokoh agama dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, LDII, Majelis Ulama Indonesia, FKUB, hingga unsur media. Total peserta sebanyak 15 orang yang merupakan representasi dari lembaga keagamaan dan pemerintahan.
Acara dibuka oleh Bapak Farid Wajdi, S.Ag., MM, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kemenag Nganjuk, yang juga bertindak sebagai narasumber utama. Dalam paparannya, beliau menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan keterlibatan aktif semua pihak dalam mencegah potensi konflik keagamaan sejak dini. “Kita tidak hanya berbicara soal reaksi terhadap konflik, tapi bagaimana mengidentifikasi, menganalisis, dan mencegah sebelum konflik terjadi,” tegasnya.
Beliau memaparkan data Kementerian Agama dan Lakpesdam NU yang menunjukkan adanya 86 kasus konflik keagamaan sepanjang 2019–2022, baik antar maupun intra-agama, dengan isu-isu utama seperti rumah ibadah, ekspresi keagamaan, dan pemaksaan atribut. Hal ini menunjukkan pentingnya sistem early warning berbasis data dan kolaborasi.
FGD ini juga membahas berbagai praktik baik penanganan konflik yang telah dilakukan, di antaranya pelibatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), penyuluh agama sebagai agen resolusi konflik, hingga kolaborasi lintas sektor dengan aparat keamanan dan tokoh masyarakat.
Farid menekankan bahwa strategi penanganan konflik harus mencakup tiga pendekatan menyeluruh:
1. Pencegahan Dini melalui edukasi dan penyuluhan.
2. Respon Cepat melalui koordinasi dan negosiasi lintas kelompok.
3. Pemulihan Pasca Konflik melalui rekonsiliasi dan rehabilitasi hubungan sosial.
Melalui FGD ini, Kemenag Nganjuk berharap dapat membangun roadmap penanganan konflik yang lebih terstruktur, komprehensif, dan melibatkan seluruh komponen masyarakat secara aktif.